December 10, 2013

Kehebatan Bisnis Ikan Arwana, Ikan Koi Dan Ikan Louhan


             
             Tahun 1980-an, seorang pejabat tinggi RI, berpesan buru-buru kepada seorang pembantunya dalam bahasa jawa yang bunyinya kurang lebih:Bi, saya mau pergi sama ibu. Nanti kalau ada orangdatang mengantar ikan, diterima dan “diopeni” ya!” maksud kata diopeni adalah dirawat. Tapi dalam bahasa jawa, diopeni bagi seekor ikan juga bisa berarti dipotong dan dimasak. Maka, ketika tak lama kemudian ada orang datang mengantar seekor ikan, pembantu itu pun segera memotongnya, membersihkan sisiknya dan isi perutnya, kemudian memasaknya. Dia sudah hafal betul bahwa ikan mas harus dipepes bukan digoreng. Sebab itulah menu kesukaan tuan dan nyonya rumah. Pembantu itu tidak tahu bahwa yang baru saja diantar ke rumah adalah ikan arwana “golden red” yang harganya waktu itu sudah mencapai Rp3.000.000,per ekor. Jadilah malam itu san penjabat tinggi  kita menyantap pepes ikan yang harganya Rp3.000.000, per porsi.
           
Tahun 1980-an, ikan famili Osteoglosside ini adalah simbol status. Ikan ini seakan memiliki sihir ajaib, mulai dari membawa keberuntungan, menolak bahaya dan lain – lain. Ada warna silver dan black dari Brasil. Silver Papua. Green dari Jambi. Golden dar Kalbar. Namun yang nilainya paling tinggi adalah goldel Red dan Kalbar. Harga arwana golden red, bisa sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah karena hukum pemintaan dan penawaran. Barangnya sedikit, yang minta banyak jadilah harga melambung tinggi.
            Arwana golden red yang hidup di sungai kapuas ini hanya bertelur sekitar 20 butir. Telur itu akan dierami di dalam mulut induk betinanya sampai menetas dan menjadi besar. Baru kemudian dikeluarkannya untuk hidup di alam bebas. Hingga populasi ikan Arwana golden red memang tidak akan bisa banyak. Itulah sebabnya ikan ini dilindungi oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) yang sekarang menjadi Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam (PKA), Departemen Kehutanan.perdagangan arwana golden red, diatur dengan kuota. Untuk bisa menghapus kuota ini, para pengusaha pun belomba-lomba mencoba menternakkan ikan arwana.
            Selain karena langka, popularitas ikan arwana golden red juga disebabkan oleh adanya mitos, bahwa ikanini membawa keberuntungan. Ikan Arwana juga disebut sebagai ikan siluk atau ikan naga. Sebab sisik dan misai ikan ini memang mirip dengan sisik naga dalam mitologi Cina kuno. Dalam tradisi Cina, naga merah memiliki tingkatan paling tinggi. Itulah sebabnya hanya arwana golden red yang harganya paling mahal.
            Warna sisik merah keemasan ini, sebenarnya hanya muncul apabila menu sang ikan merupakan hewan hidup dengan chitine yang mengandung pigmen merah. Misalnya udang dan kelabang. Itulah menu asli arwana liar di perairan sungai kapuas. Kalau menu ini diganti pakan buatan atau ikan-ikan kecil, maka warna merahnya akan pudar. Maraknya peleharaan ikan arwana pada tahun 1980an, telah melahirkan bisni kelabang. Harga kelabang besar berwarna kemerahan bisa mencapai Rp 250,-sd. Rp 500,-per ekor pada saat itu. Tetapi setelah para pengusaha berhasil menternakkan arwana golden red hingga menjadi massal, maka harga ikan ini pun jatuh. Bisnis kelabang juga ikut ambruk. Kolam-kolam pemijahan ikan arwana banyak yang tutup. Trend tahun 1990an beralih dari arwana ke ikan koi.
            Koi adalah ikan mas biasa (Carrassius auratus). Namun melalui teknik penyilangan oleh para peternak ikan di jepang, diperoleh ikan dengan variasi warna dari putih bersih, merah, kuning dan hitam. Teknik penyilangan ikan koi, sudah merupakan sebuah seni yang sangat rumit. Sama halnya dengan teknik pembentukan dan perawatan bonsai yang juga merupakan tradisi Jepang. Beda dengan ikan arwana yang hanya bertelur sekitar 20 butir,koi yang merupakan keturunan ikan mas ini mampu bertelur sampai puluhan ribu butir. Namun dari puluhan ribu anak ikan itu, yang akan menjadi koi hanya ratusan. Dari ratusan koi itu, yang akan menjadi koi berkualitas baik hanya puluhan. Hingga pada akhirnya, koi kualitas baik hanya akan berjumlah sama dengan populasi arwana.
            Meskipun berasal dari Jepang, pada tahun 1990an agroindustri ikan koi segera masukke Indonesia. Breeding farmnya antara lain ada di Cipanas. Pelabuhan Ratu, Tretes dan Blitar. Hingga koi pun bisa segera massal dan merakyat. “limbah” ikan koi jumlahnya ratusan ribu sampai jutaan ekor itu, biasanya dijual sebagai ikan hias kecil – kecil di halaman sekolah atau di kakilima. Ada juga yang dibesarkan sebagai ikan konsumsi. Beda dengan arwana yang lebih banyak menuntut pakan alami, maka koi mutlak memerlukan pakan buatan yang sudah diramu seimbang hingga seluruh nutrisi yang diperlukan ikan terpenuhi. Terutama nutrisi untuk mencemerlangkan warna sisiknya.
            Kalau arwana hanya dipelihara didalam akuarium secara tunggal (soliter), maka koi harus dipelihara secara koloni dalam kolam dangkal ber-air sangat jernih. Biasanya kolam koi dibuat sangat khusus dan diupayakan mirip dengan lubuk di sungai – sungai pegunungan, lengkap dengan bebatuan, taman dan air terjun buatannya. Oleh kerenanya agroindustri koi juga menyeret bisni outdoor lanscape.
Tahun 1990an kebetulan industri properti sedang booming. Perusahaan perancang dan pemborong taman mencapai puncak kejayaannya. Peternak ikan koi juga kecipratan rejekinya. Harga koi melambung sampai ratusan juta rupiah per ekornya. Semakin sempurna dan langka koi tersebut, harganya akan semakin tinggi. Beda dengan arwana yang sering dikait – kait dengan mitologi Cina dan isu mendatangkan “keberuntungan”,koi adalah murni karya seni. Seperti halnya bonsai. Kebetulan umun ikan koi juga bisa mencapai ratusan tahun seperti halnya arwana. Karenanya bisnis ikan koi relatif lebih bersih dari unsur – unsur yang tidak rasional. Faktor modal menjadi sangat penting. Sebab akan kembali menjadi ikan mas biasa.
Pertengahan tahun 1997, krisis ekonomi mulai menampakkan gejalanya di Indonesia. Tahun 1998 terjadi huru –hara besar yang berakhir dengan pergantian pemerintahan. Krisis multi dimensi sampai sekarang. Industri properti ambruk. Bisni pertamanan iktu terpuruk. Masa kejayaan ikan Koi juga ikut berakhir. Lalu pada awal tahun 2000an ini. Tampilah secara sangat tiba – tiba ikan louhan.
Berbeda dengan ikan arwana dan ikan koi yang datang dengan sikap sangat santun serta elegan, maka ikan louhan datang ibarat pendekar Cina yang menerobos masuk dan mengamuk. Louhan, dalam bahasa Cina memang berarti pendeka silat. Ikan ini diidentikkan sebagai seorang pendekar karena adanya tonjolan pada dahinya (nongnong). Seperti halnya arwana, louhan juga diisukan sebagai ikan pembawa keberuntungan. Arwana adalah naga merah bersisik emas, yang bisa mendatangkan keberuntungan pada saat  yang sangat stabil dan penuh kemapanan. Louhan, sebagai pendekar Cina, dipercaya mampu memberikan perlindungan dan “rasa aman” dalam kondisi bisnis, sosial dan politik yang sangat kacau dewasa ini. Hingga kehadiran louhan memang sangat tepat sesuai dengan jamannya.
Namun benerkah louhan merupakan ikan pendatang baru yang kehadirannya menggeser koi dan arwana? Ternyata tidak. Ikan genus Cichlosma ini sebenarnya sudah dipelihara dan dibudidayakan di Indonesia sejak tahun 1970an. Cichlosma sendiri termasuk dalam famili Cichlidae, hingga masih satu famili dengan nila dan mujair yang merupakan ikan konsumsi. Harga ikan hias Cichlosma yang terdiridari puluhan spesies penting itu, sudah mahal sejak awal. Akhir tahun 1980an harga seekor Cichlasoma synspilum ukuran 20 cm. Sudah mencapai Rp2.500.000,-
Memang harga ini masih sangat rendah jika dibanding dengan arwana kualitas baik yang saat itu sudah mencapai puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah per ekor. Saat itu, sebenarnya koi juga sudah mulai dibududayakan diIndonesia. Harga ikan ko kualitas baik bisa mencapai puluhan juta rupiah per ekor. Namun, tahun 1980an adalah masa kejayaan arwana. Hingga keberadaan koi lebih-lebih louhan yang sebenarnya ikan Cichlosoma itu masih belum diperhatikan oleh media massa. Tahun 1980 dan 1990an, ikan hias maskoki, discus, manfis bahkan anak lele bangkok(Pangasius sutchi), jauh lebih populer dari Cichlasoma. Namu ikan inilah yang kemudian diberi nama louhan dan kemudian demikian populer di awal tahun 2000an ini.
Louhan adalah hasil persilangan beberapa spesies Cichlasoma, hingga diperoleh nongnong yang sangat khas, dengan sirip yang juga khas dan terutama ornamen sisik yang sangat indah. Ornamen ini bisa membentuk huruf Cina maupun latin yang sepintas bisa dieja hingga menjadi nama orang atau kata dengan makna tertentu. Diduga persilangan Cichlasoma ini pertama kali dilakukan di Indonesia oleh para breeder Indonesia. Kiat dagang para pemain ikan hias ini memang luar biasa. Mereka pun mengirim ikan hias ini ke Malaysia sambil menciptakan nama Louhan.
Selanjutnya ikan hias ini masuk kembali ke Indonesia dengan dangat gagah ibarat seorang pendekar silat. Modal untuk mendongkrak popularitas louhan termasuk luarbiasa. Promosi dilakukan melalui media massa sangat gencar. Si ikan louhan dapat mencapai harga ratusn juta bahkan milyaran rupiah. Namun sesuatu yang cepat populer, akan cepat pula merosot popularitasnya.

0 komentar:

Post a Comment